OPINI – Desa Sendangagung Paciran Lamongan https://sendangagung-lamongan.desa.id Sendangagung Rapakat Thu, 22 Mar 2018 01:39:02 +0000 id-ID hourly 1 https://wordpress.org/?v=4.8.6 https://sendangagung-lamongan.desa.id/wp-content/uploads/2016/02/SENDANGAGUNG-3D-1-150x150.jpg OPINI – Desa Sendangagung Paciran Lamongan https://sendangagung-lamongan.desa.id 32 32 BUDI PEKERTI, NUSANTARA, DAN PRAMUKA https://sendangagung-lamongan.desa.id/2017/04/13/budi-pekerti-nusantara-dan-pramuka/ https://sendangagung-lamongan.desa.id/2017/04/13/budi-pekerti-nusantara-dan-pramuka/#respond Thu, 13 Apr 2017 02:54:53 +0000 https://sendangagung-lamongan.desa.id/?p=1726 foto : news.liputan6.com

foto : news.liputan6.com

Oleh : Moh. Wahyu Syafi’ul Mubarok

Secara etimologi budi pekerti terdiri atas dua unsur kata, yaitu budi dan pekerti. Budi dalam bahasa sanskerta berarti kesadaran, pikiran dan kecerdasan. Kata pekerti berarti aktualisasi, penampilan, pelaksanaan, atau perilaku. Dengan demikian budi pekerti berarti kesadaran yang ditampilkan oleh seseorang dalam berprilaku. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989) istilah budi pekerti diartikan sebagai tingkah laku, perangai, akhlak dan watak. Budi pekerti dalam bahasa Arab disebut dengan akhlak, dalam kosa kata latin dikenal dengan istilah etika dan dalam bahasa Inggris disebut ethics.

Budi pekerti adalah induk dari segala etika ,tata krama, tata susila, perilaku baik dalam pergaulan, pekerjaan, dan kehidupan sehari-hari. Budi pekerti dapat dibangun melalui beragam cara, salah satunya lewat instrumen pendidikan. Mengingat budi pekerti adalah salah satu produk dari pendidikan karakter yang telah menjadi tema utama dalam dunia pendidikan, hingga dunia berbangsa dan bernegara. Apabila dirunut lebih dalam, antara moral dan karakter keduanya tidak bisa dipisahkan. Karakter merupakan sikap dan kebiasaan seseorang yang memungkinkan dan mempermudah tindakan moral (Jack Corley dan Thomas Philip. 2000). Atau dengan kata lain karakter adalah kualitas moral sesorang.

Pendidikan karakter menjadi penting dan strategis dalam membangun bangsa. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai pendidikan nilai, budi pekerti, moral, watak, yang bertujuan mengembangkan kemampuan, dan menjadi manusia seutuhnya yang memiliki karakter dalam dimensi hati, pikir, raga, serta rasa dan karsa. Ketiga substansi psikologis tersebut bermuara pada kehidupan moral dan kematangan moral individu. Upaya membangun karakter bangsa sebenarnya sudah dicanangkan sejak awal kemerdekaan. Seokarno sebagai sebagai salah satu pendiri bangsa telah menegaskan pentingnya nation and character  building.

Sejarah yang Panjang

Indonesia merupakan sebuah wilayah kepulauan yang terkenal dengan adat ketimuran semenjak dulu masih bernama Nusantara. Kerendahan hati dan budi pekerti yang luhur seolah – olah menjadi branding nusantara semenjak abad para raja – raja. Baik kerajaan Hindu, Budha, hingga Islam yang telah merangsak ke pulau jawa. Fakta di lapangan telah membuktikan mengenai kehalusan budi pekerti pendahulu kita. Ketika toleransi belum dikenal, namun ruhnya telah ditanam di dalam asimilasi dan akulturasi budaya – budaya baru dengan budaya – budaya lama.

Tak berhenti sampai disitu, di zaman pergolakan dan penjajahan Belanda sampai Jepang. Warga bumi nusantara senantiasa memiliki budi pekerti yang luhur. Walaupun mereka dijajah oleh orang – orang yang berasal dari daerah entah – berantah, diperbudak zaman, mereka tetap tunduk patuh kepada penguasa. Sungguh kerendahan hati yang tulus, memancar dari setiap pribumi nusantara. Eksplorasi kekayaan budi pekerti yang telah diwariskan secara turun temurun berada pada puncaknya ketika bangsa ini menata diri untuk menjadi bangsa yang merdeka dari kungkungan bangsa penjajah.

Untuk menjadi bangsa yang luhur, diperlukan sebuah falsafah dan ideologi bangsa yang mampu untuk merepresentasikan sikap serta keteguhan bangsa Indonesia dalam menghadapi cita – cita sekaligus menahan derasnya arus zaman. Lewat sebuah kelompok bernama PPKI, 3 orang berpikir keras sekaligus berpikir cerdas mewakili aspirasi seluruh pribumi nusantara untuk merumuskan sebuah ideologi bangsa. Lewat buah pemikiran Sukarno, Muh. Yamin, dan Soepomo terbentuklah 5 sila yang kita kenal dengan nama pancasila yang telah menjadi dasar acuan berbangsa dan bernegara hingga detik ini.

Pancasila adalah sebuah prasasti peradaban bangsa Indonesia sebagai saksi sekaligus bukti bahwa bangsa ini yang dulu terkenal seantero dunia dengan nama Nusantara memiliki kekayaan budaya, berbudi pekerti luhur, dan memiliki nilai – nilai kehidupan yang terlalu sempit apabila hanya diwakili oleh 5 buah statemen yang melekat di Pancasila. Itulah mengapa, Nugroho Notosusanto menyimpulkan bahwa Pancasila adalah sumber dari segala sumber, kekayaannya terlalu dalam apabila tidak di eksplorasi, di pelajari, dan di amalkan. Itulah mengapa, Pancasila mampu tetap eksis di tengah dikotomi global.

Pramuka dan Budi Pekerti yang Luhur

Kepramukaan adalah proses pendidikan di luar lingkungan sekolah dan di luar lingkungan keluarga dalam bentuk kegiatan beranekaragam, dilakukan di alam terbuka dengan prinsip dasar kepramukaan dan metode kepramukaan, yang sasaran akhirnya pembentukan watak, akhlak dan budi pekerti luhur. Budi pekerti pun dapat menjadi dasar atau pilar utama dalam membangun kebersamaan, kesetaraan, dan persamaan hak dalam kehidupan sehari-hari dan dalam bermasyarakat.

Sempat terlintas di benak saya mengapa budi pekerti tidak dimasukkan ke dalam dasa dharma dan tri satya pramuka. Sebenarnya, dasa dharma dan tri satya yang menjadi sumpah setia seorang pramuka merupakan esensi yang bermuara kepada budi pekerti. Ini adalah sebuah pertanda bahwa budi pekerti di dalam pramuka apabila di ibaratkan layaknya dua buah sisi mata uang yang tidak akan pernah bisa dipisahkan. Seperti halnya pancasila, budi pekerti dalam pramuka selain sebagai ujung tombak pembangun bangsa yang berbudi pekerti luhur, juga untuk digali dan dipelajari nilai – nilai luhur bangsa ini yang telah menjadi ruh gerakan pramuka Indonesia.

]]>
https://sendangagung-lamongan.desa.id/2017/04/13/budi-pekerti-nusantara-dan-pramuka/feed/ 0
GREENHOUSE, SOLUSI LEDAKAN HARGA CABAI https://sendangagung-lamongan.desa.id/2017/03/18/greenhouse-solusi-ledakan-harga-cabai/ https://sendangagung-lamongan.desa.id/2017/03/18/greenhouse-solusi-ledakan-harga-cabai/#respond Sat, 18 Mar 2017 08:03:58 +0000 https://sendangagung-lamongan.desa.id/?p=1720 foto : kompasiana.com

               foto : kompasiana.com

Oleh : Moh. Wahyu Syafi’ul Mubarok

Di awal tahun ini kita dikejutkan dengan melonjaknya harga cabai. Istilah cabai semakin pedas pun tak jarang kita jumpai di berbagai media sosial hingga media cetak. Memang cabai merupakan salah satu unsur utama penyokong kehidupan masyarakat Indonesia, terutama dalam hal urusan perut. Belum lengkap rasanya apabila ketika makan tidak ada sambal disamping piring. Begitulah corak budaya masyarakat kita.

Terhitung hingga pertengahan bulan ini, harga cabai semakin pedas saja. Dan hal tersebut berlangsung merata di seluruh penjuru tanah air. Satu kilogram cabai di daerah Papua sudah dihargai 250 ribu. Di daerah lain berkisar antara 100 hingga 150 ribu per kilogram. Tentu kabar buruk bagi para ibu rumah tangga dan juga pemilik usaha kuliner pedas untuk segara mengencangkan ikat pinggangnya.

Harga cabai yang terus mengalami fluktuasi dari waktu ke waktu ini sebagai imbas atas banyak petani cabai yang gagal panen. Hal tersebut diakibatkan oleh musim penghujan yang membuat tanaman cabai mudah terserang parasit. Penyakit yang sering dijumpai baik dari cabai yang masih muda hingga cabai yang siap panen adalah penyakit Antraknosa. Dimana seluruh tubuh tanaman cabai bercorak kecoklatan dan kemudian membusuk. Selain karena musim penghujan, penyakit ini juga diakibatkan oleh kondisi lingkungan yang lembab.

Hingga saat ini, pemasok cabai utama seluruh wilayah di Indonesia adalah dari tanah Jawa. Masalahnya lahan di tanah Jawa sangat rentan dengan hadirnya banjir. Setidaknya terdapat tiga provinsi dengan status sawah terluas di Indonesia yang menjadi sentra cabai merah. Salah satunya adalah di Provinsi Jawa Timur yang mencapai 862.590 hektare (ha), kemudian baru disusul Jawa Barat 744.099 ha, dan terakhir Jawa Tengah dengan luas total 683.735 ha.

Selain ancaman banjir yang berujung kepada perubahan kadar kelembaban tanah di pulau Jawa yang berpotensi mendatangkan banyak penyakit tanaman, juga pola tanam masyarakat Jawa yang buruk. Para petani cenderung langsung memakai lahan kembali dari satu musim tanam ke musim tanam selanjutnya tanpa adanya istirahat. Akibatnya, tidak ada waktu bagi komponen biotik tanah untuk memperbaiki dan mengembalikan kesuburan tanah akibat banjir.

Dilain sisi, penggunaan input pertanian tidak ramah lingkungan dan mengganggu stabilitas ekologis juga memicu datanganya berbagai macam parasit. Petani cenderung melakukan penggunaan pestisida secara berlebih sebagai salah satu upaya untuk menyingkirkan berbagai macam hama dan penyakit. Padahal, justru dengan semakin tingginya kadar dosis pestisida yang digunakan, maka semakin cepat pula hama beradaptasi dengan racun. Akibatnya hama sudah kebal dengan berbagai macam pestisida yang digunakan.

Tidak berhenti sampai disitu, kebiasaan petani untuk sering mengganti pestisida juga berdampak kepada lingkungan dan tanaman cabai itu sendiri. Akibatnya terjadi penimbunan kandungan racun pada air sehingga menjadi tercemar. Udara berubah menjadi racun dan hama semakin cepat berkembangbiaknya. Kondisi demikian praktis membuat tanaman cabai juga terkena dampak dari polusi racun yang diakibatkan oleh penggunaan pestisida.

Apabila kondisi yang terjadi sudah demikian, maka terjadi ketimpangan yang sangat ekstrim antara kurva permintaan dan penawaran yang berujung kepada naiknya harga pasar. Pasokan cabai dari sentra produksi menjadi tersendat akibat banyaknya cabai yang rusak akibat serangan hama. Minimnya produksi membuat ongkos pengiriman ke daerah yang berada diluar sentra cabai menjadi mahal.

Peran pemerintah sangat diperlukan dalam memantau tidak hanya mengenai penekanan harga lewat operasi pasar, tetapi juga memperhatikan dalam segi kualitas kesehatan dari tanaman cabai itu sendiri. Karena tak jarang di tengah kondisi yang mencekik, para penjual melakukan beragam cara untuk menghindari kerugian, satu diantaranya adalah mencampur antara cabai yang bagus dan buruk guna mengurangi defisit modal. Tentu hal tersebut sangat merugikan para konsumen yang sudah membayar mahal namun tidak setara dengan kualitas yang dihadirkan.

Dengan demikian, pemerintah harus mengupayakan perombakan dalam sistem tanam di Indonesia. Beralih dari sistem tanam yang konvensional menuju pola tanam yang modern. Tentu dengan tujuan utamanya adalah untuk mengatasi gagal panen. Satu diantaranya adalah mengalokasikan dana khusus untuk pembangunan greenhouse.

Teknologi Greenhouse Sebagai Solusi

Sebenarnya teknologi ini sudah lama masuk dan berkembang di Indonesia. Utamanya di sekolah – sekolah sebagai pembelajaran bagi siswa untuk melakukan budidaya tanaman obat – obatan hingga tanaman hias. Namun, karena paradigma pemerintah yang masih memakai pertanian cara konvensional, maka teknologi greenhouse belum bisa dipakai secara besar – besaran di Indonesia. Padahal teknologi ini telah menjadi tumpuan utama industri pertanian di negara Belanda.

Teknologi greenhouse ini memungkinkan para petani untuk memproduksi tanaman cabai kapanpun. Disamping itu, penanamannya pun tidak perlu memperhatikan lahan sawah yang terlebih dahulu perlu dikeringkan. Cabai dengan mudah bisa ditanam di dalam pot – pot yang ditata dalam greenhouse. Teknik ini sangat cocok dengan kondisi yang ada di Indonesia karena tidak membutuhkan lahan yang luas.

Mengingat semakin sempitnya lahan terutama lahan kering yang ada di Indonesia akibat proyek pembangunan, membuat teknologi greenhouse adalah salah satu solusi bagi masalah penyempitan lahan di Indonesia. Selain itu, greenhouse juga hemat air dan terbebas dari hama dan penyakit. Yang terpenting dari itu semua, petani tidak perlu khawatir dengan perubahan musim.

Karena problem yang sering dihadapi oleh para petani cabai adalah perubahan dari musim penghujan ke kemarau atau pun sebaliknya. Apabila sekarang petani cabai terjebak gagal panen karena musim penghujan, bisa jadi musim berikutnya petani cabai merugi karena gagal panen yang diakibatkan oleh musim kemarau. Sehingga, dengan melakukan upaya optimalisasi penanaman cabai dengan teknologi greenhouse diharapkan musibah gagal panen yang berimbas pada melonjaknya harga cabai di pasaran tidak kembali terulang.

]]>
https://sendangagung-lamongan.desa.id/2017/03/18/greenhouse-solusi-ledakan-harga-cabai/feed/ 0
REVITALISASI PEMUDA DAN MASA DEPAN ISLAM https://sendangagung-lamongan.desa.id/2017/02/20/revitalisasi-pemuda-dan-masa-depan-islam/ https://sendangagung-lamongan.desa.id/2017/02/20/revitalisasi-pemuda-dan-masa-depan-islam/#respond Mon, 20 Feb 2017 03:17:22 +0000 https://sendangagung-lamongan.desa.id/?p=1680 foto : flickr

foto : flickr

Moh. Wahyu Syafi’ul Mubarok

Secara umum, pemuda adalah seorang yang memiliki tanggung jawab berlebih. Tidak hanya untuk diri mereka sendiri, melainkan untuk lingkungan dan masa depan kelak. Bukan tanpa alasan apabila beban berat mau tidak mau harus mereka panggul untuk kemaslahatan bersama. Karena mereka adalah motor penggerak sebuah bangsa dan terlebih lagi dalam sebuah roda peradaban.

Sehingga menjadi sebuah kebenaran apabila bapak proklamator bangsa Indonesia terus menggaungkan semboyan, “Beri aku 1000 orang tua niscaya aku akan cabut Semeru dari akarnya, dan beri aku 10 pemuda niscaya aku akan guncangkan dunia”. Pemuda memiliki kekuatan tak terbatas yang kadangkala nampak namun tak jarang pula hilang entah kemana. Itulah mengapa pemuda adalah mutiara – mutiara harapan bangsa.

Islam adalah agama rahmatan lil’alamin yang keagungannya tidak akan pernah bisa musnah di telan oleh kerasnya zaman hingga masa pembalasan datang. Begitulah janji Allah SWT. Namun bukan berarti agama islam akan aman dan selamat sepanjang umur dunia, Allah tidak menjanjikan akan hal itu. Bisa saja Islam musnah dari sebuah bangsa dan sebuah peradaban. Akibat tidak ada tangan – tangan yang menjaga dan membelanya.

Begitulah kiranya yang terjadi di tanah Angola hingga Bosnia, atau mungkin negara tetangga Singapura. Dua dekade lalu, Islam tumbuh subur di tanah Angola, Bosnia, dan Singapura. Namun seiring berjalannya waktu akibat perubahan struktur tatanan pemerintahan, sosial, dan masyarakat tiba – tiba saja bangsa yang seharusnya muslim sebagai mayoritas tiba – tiba saja menjadi bangsa minoritas. Pasti ada yang salah dengan kejadian itu.

Apabila dirunut lewat jalan sejarah, ternyata pemuda – pemuda penerus harapan ketiga negara tersebut telah terlena dengan kenikmatan dunia. Singapura contohnya, dengan adanya perjudian yang dilegalkan membuat pemuda – pemuda muslim pun terseret arus ke dalam pusaran lingkaran – lingkaran syetan. Tidak berhenti sampai disitu, branding Singapura sebagai pemilik pusat perjudian terbesar se Asia Tenggara pun membuat rona Islam di negara singa tersebut pudar seiring berjalannya waktu.

Tentu, kita mulai bisa menyimpulkan pangkal masalahnya. Masa depan sebuah bangsa adalah terletak di tangan – tangan pemuda – pemudinya. Begitu pula dengan kejayaan Islam di masa depan mutlak dibebankan di atas punggung – punggung pemuda – pemudi Islam. Kalau boleh sedikit menelaah, apakah mungkin kita bisa mengulang sejarah dengan mencapai puncak kejayaan Islam yang pernah dicapai se – masa rezim Bani Abbasiyah.

Jawabannya terletak pada peran pemuda Islam di zaman ini. Apakah mereka siap untuk menjadi aktor sekaligus pemain utama untuk kembali mencerahkan masa depan Islam. Salah satu cara yang bisa ditempuh adalah dengan melakukan revitalisasi besar – besaran di tubuh para pemuda Islam. Hal ini akan mengubah orientasi serta haluan hidup pemuda Islam untuk lebih memperjuangkan dan peduli dengan agama kebanggan mereka. Guna mencapai masa depan Islam yang terang benderang di akhir zaman.

]]>
https://sendangagung-lamongan.desa.id/2017/02/20/revitalisasi-pemuda-dan-masa-depan-islam/feed/ 0
INDUSTRI LEPAS PANTAI DAN DWELLING TIME https://sendangagung-lamongan.desa.id/2017/02/10/industri-lepas-pantai-dan-dwelling-time/ https://sendangagung-lamongan.desa.id/2017/02/10/industri-lepas-pantai-dan-dwelling-time/#respond Fri, 10 Feb 2017 03:30:49 +0000 https://sendangagung-lamongan.desa.id/?p=1627

dwelling time

                                     Foto :finance.detik.com

Oleh : Moh. Wahyu Syafi’ul Mubarok

Dwelling time adalah lama waktu tunggu yang diperlukan untuk bongkar muat di pelabuhan. Biasanya dialami oleh peti – peti kemas para pedagang dari geladak kapal angkut ke daratan pelabuhan. Lamanya masa tunggu kapal – kapal untuk bongkar muat di banyak pelabuhan di Indonesia membuat banyak investor maupun pemilik barang mengalami kerugian. Baik dari segi waktu tunggu, hingga biaya yang habis diperjalanan. Problem ini semakin diperburuk dengan terungkapnya mafia di pelabuhan beberapa waktu yang lalu oleh menteri perhubungan.

Terlepas dari keberadaan mafia pelabuhan, lama proses dwelling time diakibatkan oleh proses pre custome clearance. Atau dalam arti lain proses bongkar muat barang di pelabuhan memerlukan izin dari lembaga maupun instansi tertentu. Biasanya restu untuk bongkar muat didapat dari pejabat setingkat eselon I. Masalahnya antrian tersebut semakin mengular akibat dokumen yang ditandatangani setiap harinya berjumlah ribuan. Sehingga mau tidak mau mereka harus mengantri untuk mendapatkan izin.

Masalah – masalah tersebut tidak bisa ditinggalkan begitu saja mengingat Indonesia adalah negara kepulauan yang wawasan geopolitik sangat ditekankan. Laut bukan menjadi pemisah melainkan sebuah penghubung antara satu wilayah dengan wilayah yang lain menuju sebuah kesatuan NKRI. Apalagi program Nawacita yang dicanangkan oleh rezim Jokowi selaras dengan pembangunan tol laut guna memperbesar proses distribusi barang lewat jalur laut. Sehingga diperlukan sebuah solusi guna mengimbangi lamanya dwelling time agar pengusaha maupun investor pemilik barang tidak merugi.

Salah satu gagasan yang bisa diimplementasikan adalah dengan membangun Industri lepas pantai atau offshore Industry di seluruh pelabuhan yang ada di Indonesia. Hal ini lebih dikhususkan kepada barang – barang mentah yang nantinya akan diolah langsung di pelabuhan menjadi barang jadi. Sehingga waktu tunggu bongkar muat barang mampu diimbangi dengan efisiensi waktu pengolahan barang mentah. Jauh lebih efisien dibandingkan dengan menggunakan cara yang konvensional berupa distribusi ke pabrik – pabrik yang jauh dari pelabuhan. Selain rugi waktu, juga ongkos kirim menjadi membengkak.

Namun, ada satu hal yang masih mengganjal dalam mengaplikasikan ide ini. Tentu hal tersebut berasal dari sarana dan prasana yang ada di pelabuhan itu sendiri. Dari banyaknya pelabuhan yang ada di Indonesia hanya beberapa saja yang layak untuk diterapkan industri lepas pantai. Hambatannya terletak pada model galangan kapal serta kedalaman pelabuhan. Semakin dalam pelabuhan maka semakin besar pula kemungkinan kapal – kapal besar dapat berlabuh. Karena rata – rata kedalaman pelabuhan di Indonesia hanya 9 meter berbeda dengan pelabuhan tetangga Malaysia dan Singapura yang mencapai 15,5 meter.

Pendalaman draft pelabuhan, akan membuat kapal dengan kapasitas besar mampu bersandar, sehingga tercapai skala ekonomi untuk menurunkan biaya bongkar muat maupun biaya yang habis karena dwelling time. Persemakmuran ekonomi bangsa dapat tercapai apabila potensi laut baik dari segi sumber daya alam maupun ekonomi dapat dimaksimalkan. Industri lepas pantai barangkali menjadi sebuah solusi dalam mengimbangi banyaknya biaya yang hangus akibat dwelling time maupun efisiensi pelabuhan itu sendiri dalam membangun perekonomian bangsa.

]]>
https://sendangagung-lamongan.desa.id/2017/02/10/industri-lepas-pantai-dan-dwelling-time/feed/ 0
LAUT NUSANTARA, PEMBANGUN KARAKTER BANGSA https://sendangagung-lamongan.desa.id/2016/12/29/laut-nusantara-pembangun-karakter-bangsa/ https://sendangagung-lamongan.desa.id/2016/12/29/laut-nusantara-pembangun-karakter-bangsa/#respond Thu, 29 Dec 2016 03:22:04 +0000 https://sendangagung-lamongan.desa.id/?p=1551 laut-nusantara

             foto : www.mongabay.co.id

Moh. Wahyu Syafi’ul Mubarok

Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang dianggap oleh kebanyakan orang sebagai bagian surga tersembunyi di muka bumi ini. Dengan 17.504 pulau yang tersebar dari Sabang hingga Merauke membuat negeri Indonesia kaya akan beragam potensi. Baik dari pulau – pulau yang telah sesak dengan asap industri hingga pulau – pulau kecil tak  berpenghuni yang memiliki jumlah 1.764 lebih banyak dari pada jumlah pulau berpenghuni (Departemen dalam Negeri : 2004).

Berkat banyaknya pulau yang dimiliki oleh Indonesia, membuat negeri ini menjadi pemilik garis pantai terpanjang di dunia dengan 95.181 km jauh melampaui Kanada di posisi kedua. Hal ini menjadi sebuah anugerah di dunia kemaritiman Indonesia. Karena salah satu potensi yang sangat menguntungkan negara berasal dari laut nusantara.

Seperti sebuah tradisi, ketenaran Indonesia di kancah dunia kemaritiman dunia telah dimulai semenjak zaman kerajaan. Posisi Indonesia yang sangat strategis dengan diapit oleh dua buah benua, Asia dan Afrika serta dua buah samudera yaitu Pasifik dan Hindia membuat negeri ini menjadi sentral perdagangan antar negara dan transit pelayaran dunia.

Tidak ada yang tidak mengenal gerbang selat Malaka di masa itu. Namun, dibalik kemasyhuran namanya membuat Indonesia menjadi target utama ekspansi pelayaran barat pencari rempah – rempah di negeri timur. Mungkin menjadi sebuah anugerah bila selama berabad – abad penjajahan barat di negeri ini, sektor laut masih belum terjamah. Para penjajah lebih giat mengeksploitasi tanah – tanah Indonesia hingga tercetuslah tanam paksa, tanpa berpikir sedikit pun untuk mengangkat mutiara – mutiara berharga dari laut nusantara.

Hal ini menjadi peluang tersendiri bagi Indonesia di masa pasca penjajahan untuk memaksimalkan potensi laut yang benar – benar menjanjikan. Banyak sektor yang bisa digali dengan pengelolaan sumber daya alam yang tepat. Mulai dari ekspor hasil laut hingga pemanfaatan sektor migas dan non migas seperti palm oil, chemical wood pulp, lignite, coal, palm kernel, dan copper. Berkat kegiatan ekspor tersebut, negara meraup untung sekitar 119,31 juta dollar Amerika di pertengahan 2016 ini.

Namun, angka – angka tersebut di masa yang akan datang bisa saja menurun drastis dan mungkin saja tidak ada sama sekali bila pengelolaan sumber daya alam berada di tangan orang – orang yang tidak berwawasan lingkungan hidup. Tak bisa dipungkiri, bahwa alam memiliki peran yang sangat penting dalam kelangsungan hidup manusia. Tanpa alam, manusia tidak akan lama bertahan hidup. Tapi tanpa manusia, alam akan baik – baik saja.

Kondisi Laut Nusantara

Birunya laut yang menggenangi seluruh daratan Indonesia menjadi sebuah kebanggaan tersendiri bagi para aktivis lingkungan hidup. Tidak hanya itu, label surga bawah air juga masih melekat di laut Indonesia dari para diver dari seluruh dunia. Karena laut Indonesia menjadi sebuah jalur raya dan habitat penting bagi mamalia laut dunia. Dari sekitar 87 jenis mamalia laut, sebanyak 32 hidup di bawah air Indonesia.

Tidak berhenti sampai disitu, laut nusantara juga menjadi titik sentral keanekaragaman ikan hiu dan pari dunia. Sebanyak 157 jenis hiu dan pari dari total 596 jenis dari seluruh dunia berada di perairan Indonesia. Begitu pula dengan spesies penyu, 6 dari total 7 buah jenis dari seluruh perairan dunia berada di Indonesia (Rahardjo, dkk : 2009).

Lebih jauh lagi, rimba bawah air milik bumi pertiwi menjadi primadona bagi para penyelam dari seluruh dunia. Laut Indonesia memiliki habitat terumbu karang dengan tingkat keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Dengan luas terumbu karang Indonesia yang mencapai 70 ribu km persegi (P2O LIPI : 2009) atau sekitar 14 persen dari luas karang dunia (Tomascik et. Al : 1997) membuat terumbu karang Indonesia dihuni oleh 32 jenis ikan yang bernilai ekonomi dari total 132 jenis di seluruh dunia.

Per tahun, pada sebuah terumbu karang yang sehat pada sebuah kawasan bentang laut, mampu menghasilkan 3 hingga 10 ton ikan per kilometer persegi. Hal ini karena didukung oleh kontur bentang perairan kepulauan, teritorial, dan zona ekonomi eksklusif yang memiliki luas mencapai 5,8 juta kilometer persegi. Data tersebut menjadi pemasok sekaligus lumbung utama dalam pemenuhan penyediaan pangan ikan nasional yang mencapai 57 hingga 60 persen untuk sumber asupan protein hewani bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Data – data membanggakan di atas akan menguap sirna ketika kita tinjau dari perilaku masyarakat Indonesia kepada lingkungan hidup yang telah memberinya kehidupan. Salah satu aspek yang sering disinggung ketika workshop, seminar, hingga konferensi lingkungan hidup adalah mengenai kebiasaan membuang sampah sembarangan.

Sampah telah menjadi isu yang sangat mengkhawatirkan layaknya isu pemanasan global semenjak dekade lalu. Tentu sorotan utama dilimpahkan kepada sampah plastik yang telah membuat bumi susah payah untuk menghancurkan material plastik, yang mana membutuhkan waktu paling singkat adalah 50 tahun.

Bila diakumulasi, sekitar 8,8 juta ton plastik per tahun ditemukan di laut – laut seluruh dunia. Jumlah tersebut hampir sama dengan jumlah dari ikan tuna yang dipanen dari laut selama periode setahun. Kepala penelitian Janne Jambeck yang merupakan seorang profesor teknik lingkungan di University of Georgia pun turut mengomentari temuan angka di atas yang tidak pernah terbayang sebelumnya.

Ia menuturkan bahwa jumlah itu setara dengan 5 buah kantong belanja penuh dengan sampah plastik yang menutupi setiap 30 cm garis pantai di seluruh dunia. Terdapat 5 negara yang paling bertanggung jawab mengaliri laut dengan sampah – sampah plastik. Yakni China, Indonesia, Filipina, Vietnam, dan Sri Lanka.

Berkat perilaku masyarakatnya, membuat Indonesia berada di posisi kedua pengotor lautan dengan sampah plastik yang total telah mencapai 187,2 juta ton (Jambeck : 2015). Nancy Wallace selaku kepala program sampah kelautan di badan nasional kelautan dan Atmosferik mengatakan bahwa sampah plastik di perairan merupakan sebuah isu penting di dunia karena sampah itu dimakan makhluk – makhluk laut dan juga mengumpulkan racun di laut.

Memang, sampah – sampah tersebut nantinya akan mengganggu keseimbangan ekosistem bawah laut sehingga sedikit banyak mempengaruhi kuantitas serta kualitas kehidupan perairan. Sampah – sampah plastik yang telah lama mengendap di dasar laut nantinya akan mengumpulkan beragam toksik yang mempengaruhi tumbuh kembang ekosistem bawah air dan bahkan membunuhnya. Tentu hal ini sangat merugikan Indonesia yang memiliki beragam keunggulan di dunia kemaritiman.

Wawasan Nusantara dan Karakter Bangsa

Wawasan nusantara adalah sebuah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara (GBHN : 1998).

Dalam arti lain, setiap warga dan aparat negara yang terlahir di bumi nusantara harus berpikir, bersikap, dan bertindak secara utuh, efisien, dan menyeluruh dalam sebuah lingkup tertentu demi kepentingan bangsa dan negara Indonesia. Konsep wawasan nusantara bisa dibilang memiliki posisi sebagai visi bangsa Indonesia. Yaitu menjadi bangsa yang satu dengan wilayah yang satu dan utuh pula.

Konsep ini setidaknya telah muncul dalam periode sejarah kerajaan di Indonesia. Tersebutlah seorang patih termasyhur di masa keemasan kerajaan Majapahit. Ia bernama patih Gajah Mada yang memiliki sumpah yang sangat terkenal yaitu sumpah palapa. Di dalam sumpah tersebut, sang patih tidak akan memakan buah palapa sebelum berhasil menyatukan nusantara.

Barangkali sang patih memiliki kekhawatiran tersendiri melihat wilayah kekuasaan majapahit yang mayoritas melingkupi kepulauan melayu. Ia khawatir dengan cara pandang rakyat yang dipimpinnya mengenai adanya laut yang memisahkan satu daerah dengan daerah yang lain. Bahwa laut bukanlah menjadi jarak pemisah antara satu rakyat dengan rakyat yang lainnya, melainkan justru menjadi sebuah lem pemersatu untuk saling membela satu sama lainnya.

Di titik inilah kita bisa membangun karakter bangsa lewat konsep wawasan nusantara. Hal tersebut sempat terbukti di zaman awal pergerakan menuju kemerdekaan. Ketika para pemuda lebih memilih untuk memperjuangkan tanah dan pulaunya sendiri lewat perkumpulan bernama Jong Ambon, Jong Java, dan Jong – Jong lainnya. Akhirnya mereka merubah cara pandang mereka, bahwa hanya dengan persatuanlah bangsa penjajah bisa diusir dari negeri ini. Perwujudan dari hal tersebut adalah dengan terselenggaranya Sumpah Pemuda 1 dan 2 pada tahun 1928 di pulau jawa.

Dengan konsep wawasan nusantara, pemuda di zaman pergerakan telah membangun karakter bangsa di kaum muda untuk peduli terhadap daerah – daerah lain di seluruh Indonesia, berjuang secara bersama – sama, bersatu untuk satu tujuan, yaitu kemerdekaan yang masih terampas oleh asing.

Tentu hal ini bisa kita implementasikan di zaman sekarang, ketika pemerintah masih memerlukan sebuah formula yang pas untuk membangun karakter bangsa. Kita perlu menanamkan konsep wawasan nusantara kepada setiap warga negara Indonesia. Bila hal tersebut berhasil, maka kita tidak akan lagi mendengar isu rasis, hingga membaca berita tentang bentrokan suku, ras, sampai agama.

Berawal dari Laut Nusantara, menuju Bangsa Berkarakter

Cita – cita luhur bangsa Indonesia yang semenjak kemerdekaan masih dipertanyakan adalah terbentuknya bangsa yang berkarakter. Perombakan sistem pendidikan pun terus dilangsungkan guna mendapatkan formulasi yang pas dalam mewujudkan bangsa berkarakter yang berbasis pendidikan karakter.

Dengan memanfaatkan keuntungan kita dibidang kemaritiman, kita bisa membangun bangsa yang berkarakter. Satu langkah kecil yang bisa diambil diantaranya adalah dengan tidak membuang sampah sembarangan, seperti ke sungai yang nanti akan bermuara ke laut. Hal ini nantinya menjadi sebuah awal dari penjagaan lingkungan maritim yang sehat untuk generasi yang akan datang.

Pembangunan karakter bangsa juga bisa di ukur lewat perilaku masyarakat Indonesia dalam pengelolaan sumber daya alam yang tersebar di laut. Dengan memanfaatkan konsep wawasan nusantara, tidak akan ada lagi perselisihan mengenai hasil laut antara daerah satu dengan daerah lainnya. Karena perairan nusantara sejatinya milik seluruh bangsa Indonesia. Hal ini juga bisa menjadi indikator penanaman asas persatuan bangsa.

Memang pengolahan sumber daya alam khususnya di laut nusantara masih tergolong kurang maksimal. Selain karena faktor kuantitas dan kualitas SDM masyarakat Indonesia, juga karena adanya campur tangan asing dalam proses pemanfaatan dan pengolahan kekayaan laut Indonesia. Sehingga banyak harta negara yang justru lari ke pihak asing.

Namun hal tersebut bisa diatasi bila salah satu aspek pembangunan karakter bangsa dimulai dari laut nusantara. Mengenalkan laut nusantara kepada para kaum muda lewat konsep wawasan nusantara. Perwujudan dari konsep tersebut nantinya membentuk para pemuda yang tertanam dalam dirinya persatuan dan kesatuan bangsa, memiliki kepedulian terhadap lingkungan hidup, dan mempunyai rasa memiliki pada dunia kemaritiman Indonesia. Dengan demikian, Indonesia siap dan mampu menyongsong program Nawa Cita, yaitu menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia pada tahun 2020 mendatang.

]]>
https://sendangagung-lamongan.desa.id/2016/12/29/laut-nusantara-pembangun-karakter-bangsa/feed/ 0
BANGSA TUA YANG BELUM (JUGA) MERDEKA https://sendangagung-lamongan.desa.id/2016/08/04/bangsa-tua-yang-belum-juga-merdeka/ https://sendangagung-lamongan.desa.id/2016/08/04/bangsa-tua-yang-belum-juga-merdeka/#respond Thu, 04 Aug 2016 23:22:37 +0000 https://sendangagung-lamongan.desa.id/?p=1360 Bangsa Tua yang Belum (juga) MerdekaWahyu Syafi’ul Mubarok

Ketika membaca tulisan ini, anda pasti mengira bahwasanya tulisan ini nantinya akan membahas tentang bangsa Palestina yang tidak kunjung merdeka walau sudah berkali – kali naik banding ke PBB, atau pun bangsa Aborigin dari Australia. Jangankan merdeka, mereka bahkan tidak sempat menikmati indahnya kehidupan masa kini karena telah terusir jauh ke dalam hutan, tergeser oleh ras pendatang berkulit putih yang kini bermukim di benua Kangguru tersebut.

Bangsa yang akan dibahas pada tulisan kali ini adalah bangsa kita yaitu bangsa Indonesia. Sudah 70 tahun negara Indonesia mengibarkan bendera kemerdekaan di atas lumbung penjajahan, sudah 70 tahun pula negara kita menjadi negara yang bebas berpendapat dan diakui oleh negara lain di dunia. Dan sudah 70 tahun pula Indonesia mampu berbicara banyak di percaturan dunia Internasional dan bahkan pernah menjadi seorang juru damai dalam perang dingin berpuluh tahun silam.

Prestasi yang mengagumkan tersebut seakan mulai sirna ketika bangsa kita memasuki abad ke 21. Dulu kita pernah punya seorang sosok Ir. Sukarno yang mana ketika ia berorasi mampu menggetarkan setiap jiwa yang mendengarkannya. Dulu bangsa kita pernah menjadi bangsa yang sangat disegani oleh bangsa – bangsa lainnya di dunia ini, berkat kegigihan nenek moyang kita dalam mengusir para penjajah dari bumi nusantara di tengah keterbatasan yang melanda.

Memang sesuatu yang berlalu biarlah berlalu. Seseorang yang selalu menatap ke belakang, nantinya akan tergilas oleh masa depan yang tak diperhatikan. Namun adakalanya kita harus menengok sejarah kita, guna menumbuhkan rasa nasionalisme utamanya ketika momentum kemerdekaan kembali hadir. Karena bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarah dari bangsanya sendiri.

Ada sebuah catatan menarik dari sebuah buku yang berjudul “think, who are you” karya dari K. Bertens. Di sana saya menjumpai sebuah perkataan seperti ini, “kalian boleh bersenang – senang hingga lupa daratan, hingga lupa akan waktu, tapi jangan sampai kalian lupa tentang perjuangan dari para pendahulumu. Pikirkanlah siapa dirimu, jika mereka tidak hadir mendahului kita. Karena kalian adalah sejumput masalah bagi mereka di masa yang akan datang”.

Membaca tulisan itu, saya merasa mendapat tamparan yang sangat keras dari para pendahulu kita baik itu kakek, nenek, hingga para pejuang tanah air. Karena saya merasa hanya menjadi masalah bagi mereka di masa kini. Bagaimana tidak, kita sering malah menjadi benalu dari kemurnian perjuangan mereka. Kita hanya bisa bersenang – senang tanpa tahu rasanya berjuang siang – malam dengan kondisi tubuh terus – terusan terancam.

Kemerdekaan bukanlah barang gratis yang diperjual belikan di supermarket, pasar, hingga toko kelontong. Bisa dibilang kemerdekaan adalah sebuah simbol dari kesucian sebuah negara. Sebagai sebuah simbol kedigdayaan sebuah negara atas penjajah yang telah mengekangnya sekian lama. Tidak mudah bagi para pejuang kita untuk melawan pasukan Belanda maupun Jepang dengan hanya bermodalkan sebilah bambu yang ujungnya telah diruncingi, sementara pihak lawan bersenjatakan lengkap.

Saya kira kita sudah paham betul bagaimana susahnya para cendekiawan kita untuk melakukan perundingan guna menyelesaikan penjajahan dengan damai. Bagaimana menderitanya bapak presiden kita ketika diasingkan di penjara suka miskin akibat terlalu sering membuat jalan guna melakukan konsolidasi untuk menjadi negara yang merdeka. Mari sejenak kita bayangkan raut muka para pejuang kita yang dengan bangganya berhasil mengibarkan sang saka merah putih untuk yang pertama kalinya di tanah Indonesia.

Namun apa yang kini kita berikan kepada para pejuang sebagai sebuah tanda penghargaan atas jasa – jasa mereka di masa lampau ?. Mereka sebenarnya tidak butuh tanda jasa sebagai seorang pahlawan kemerdekaan, hingga pahlawan revolusi dari negara. Yang mereka butuhkan hanyalah perjuangan yang harus kita lakukan pasca kemerdekaan. Berat memang perjuangan itu, hingga Sukarno pun pernah berkata, “Perjuanganmu akan lebih berat karena melawan bangsamu sendiri”.

Patut kita renungkan bersama, apakah kita sudah merdeka lewat perjuangan yang hingga 70 tahun lamanya telah kita perjuangkan. Kita mungkin telah sepakat, bahwa bangsa Indonesia belum juga merdeka. Para tikus – tikus berdasi pun masih berkeliaran di meja parlemen, para generasi mudanya masih saja menyembah budaya barat hingga lupa akan sejarah bangsanya sendiri. Kesejahteraan dan kemakmuran tak kunjung menemui bangsa kita yang sudah lama menginginkan hal itu.

Mungkin kita patut iri dengan negara tetangga Singapura, dengan usia yang relatif muda yaitu 50 tahun mereka telah berhasil menghadirkan kemakmuran serta kesejahteraan di antara warganya. Kita hanya bisa memandang ke langit penuh harap, kapan kita bisa merdeka dari ancaman penjajah yang kini telah menjelma menjadi bangsa kita sendiri.

Bertens juga menuturkan dalam buku yang sama, “Berubah, satu – satunya cara untuk mendapatkan apa yang kita inginkan”. Sebagai bangsa yang sudah berumur, kita harus melakukan introspeksi diri jangan melulu menyalahkan pemerintah akibat harga kebutuhan pangan naik, atau harga BBM naik. Adakalanya pemerintah hanya bisa mengambil jalan tengah yang mana di mata mereka adalah sebuah keharusan namun di mata kita adalah sebuah kerugian.

Sebenarnya yang mempengaruhi naiknya bahan – bahan kebutuhan pokok tak lain dan tak bukan adalah sikap dari sebagian kita yang lebih memilih mengikuti budaya konsumtif. Jika kita tidak mampu me ngerem pembelian secara berlebih – lebihan, maka negara akan menjadi lumbung importir sebut saja dalam bidang smartphone. Hal tersebut akan berdampak pada ketakutan beberapa perusahaan luar negeri untuk menanamkan modal di Indonesia. Sehingga pelan tapi pasti mata uang kita akan terus mengalami penurunan. (Susi : 2013).

Dengan pemerosotan nilai dari mata uang kita, tak ada cara lain bagi pemerintah untuk mengimbanginya dengan jalan menaikkan bahan pangan guna menjaga nilai dari mata uang agar tetap stabil. Jadi benar kata K. Bertens, harus ada satu lagi kosa kata wajib bagi bangsa kita yaitu berubah. Semoga dengan momentum kemerdekaan ini, setidaknya bangsa kita bisa lepas dari kungkungan penjajahan yang dilakukan oleh bangsanya sendiri.

]]>
https://sendangagung-lamongan.desa.id/2016/08/04/bangsa-tua-yang-belum-juga-merdeka/feed/ 0
JIKA GAGAL JANGAN MENCOBA LAGI https://sendangagung-lamongan.desa.id/2016/07/26/jika-gagal-jangan-mencoba-lagi/ https://sendangagung-lamongan.desa.id/2016/07/26/jika-gagal-jangan-mencoba-lagi/#respond Tue, 26 Jul 2016 04:36:58 +0000 https://sendangagung-lamongan.desa.id/?p=1307 Jika Gagal Jangan Mencoba Lagi

Oleh : M.Syafi’ul Mubarrok

Mungkin pembaca akan bingung dengan judul diatas, dalam mindset yang kita pahami jika kita gagal maka untuk berhasil harus mencobanya dan terus mencobanya hingga berhasil. Namun, justru ketika anda terus berjuang tanpa henti – hentinya untuk menempuh suatu keberhasilan maka akan membuat usaha dan kerja keras kita akan sia – sia.

Mengapa demikian? Ini tentang cara yang ditempuh sesorang dalam meraih keberhasilan. Seperti kisah Thomas Alfa Edison ketika, ketika Thomas Alfa Edison diundang untuk menghadiri pertemuan ilmuan dan bangsawan di inggris, ia mendapat pertanyaan dari seorang bangsawan yang sedikit menyindirnya.

“Hai Thomas, kudengar kau sampai gagal 1448 kali dalam usaha untuk menemukan bola lampu listrik ya?.” Kata bangsawan kepada Thomas Alfa Edison, dan ia pun menjawab, “Maaf tuan ! Saya tidak pernah gagal, saya cuma menemukan cara yang tidak bisa membuat bola lampu menyala lewat aliran listrik sebanyak 1448 kali dan saya temukan cara untuk menyalakan bola lampu dengan listrik pada percobaan ke 1449.”

Kesimpulannya apakah dengan 1448 kegagalan, Thomas Alfa Edison hanya menggunakan satu cara untuk membuat lampu menyala ? Tentu tidak. Thomas di percobaan pertama gagal, kemudian pada percobaan berikutnya tentu Thomas akan mengubah cara untuk menemukan cara mana yang paling pas untuk membuat lampu menyala. Andai Thomas hanya menggunakan satu cara dan gagal, lalu dia terus berusaha dengan satu cara itu berulang – ulang maka bola lampu tidak akan bisa ditemukan.

Artinya, jika kita sudah mencoba suatu cara dan bahkan sudah dicoba berulang – ulang namun belum memenuhi ekspektasi yang diharapkan, maka jangan buang – buang waktu untuk mencobanya lagi. Tapi cobalah dengan mengubah cara yang belum pernah kita coba sebelumnya. Artinya dengan kita meninggalkan cara lama dan merubah ke cara baru, kemungkinan berhasil akan terbuka kembali. Lain halnya dengan terus mencoba cara lama dan kita sudah tahu bahwa dengan cara itu kita tidak akan bisa berhasil, maka keberhasilan akan enggan untuk menghampiri kita.

Kisah lain, sebelum Soichiro Honda sukses, perjalanan karir yang ia lalui dipenuhi oleh kegagalan demi kegagalan. Namun apa yang menjadi rahasia kesuksesannya? Inilah kisahnya. Ayah Soichiro Honda, Gihei Honda adalah seorang tukang besi yang beralih menjadi pengusaha bengkel sepeda. Walaupun Gihei Honda miskin, ia sangat suka dengan pembaruan.

Rupanya sifatnya dan juga keterampilannya menangani mesin menurun kepada Honda. Sebelum masuk sekolah pun Soichiro sudah senang membantu ayahnya di bengkel besi. Di Sekolah prestasinya sangat rendah, kalah dengan murid – murid yang lain. Tidak jarang ia membolos, namun selama hidupnya Honda terkenal sebagai seorang penemu, ia memegang hak paten lebih dari 100 penemuan pribadinya.

Yang pertama ditemukannya adalah teknik pembuatan jari – jari mobil dari loam. Ketika mengundurkan dari tahu 1973, penghasilannya mendekati 1,7 miliar dollar. Walaupun sudah pensiun, nasihatnya masih didengar. Ia mengatakan, “semua orang menginginkan kesuksesan, bagi saya kesuksesan hanya bisa diraih dengan kegagalan dan instropeksi diri.”

Ternyata rahasia sukses dari Soichiro Honda adalah melakukan instropeksi diri. Saat pertama gagal dengan suatu cara, ia berupaya untuk mencari dan menggunakan cara yang lain yang memiliki kemungkinan untuk berhasil. Ketika eksperimennya tidak berhasil, ia meneliti kesalahan yang sudah ia lakukan, menganalisis alasan kenapa bisa gagal.

Sehingga lama – lama ia menemukan sebuah formula sukses yang sebenarnya. Hasilnya, ia muncul sebagai penemu yang hebat dan diakui oleh dunia internasional. “Orang yang berhasil akan mengambil manfaat dari kesalahan – kesalahannya dan mencoba lagi dalam suatu cara yang berbeda.” Ujar Dale Carnegie. Dan itulah yang seharusnya kita terapkan dalam usaha kita untuk mencapai sebuah kesuksesan.

Sayangnya tidak sedikit dari kita yang tidak belajar dari kesalahan yang diperbuat, malah kita terus mencoba dengan cara yang sama. Sudah tahu cara itu sudah gagal, namun masih tetap dicoba. Kebanyakan kita beralasan, “Kita harus tetap tekun dan tidak boleh cepat putus asa ketika kita menemui suatu kendala.”

Itu memang benar, setiap pekerjaan maupun atau apapun itu harus memiliki pondasi kesabaran dan ketekunan. Tetapi bukan berarti kita tidak bisa fleksibel dalam menyikapinya. Jika kita tahu bahwa apa yang kita lakukan salah, kurang tepat, atau malah keliru, dan tidak berhenti untuk melakukan intropeksi, maka sebenarnya kita sudah melakukan kesalahan yang lain.

Tepatlah apa yang dikatakan oleh Conficus, “Seseorang yang melakukan kesalahan, dan tidak membetulkannya, telah melakukan satu kesalahan lagi.” Sehingga jika kita sudah merasa usaha kita baik dalam bekerja maupun belajar ternyata hanya diam di tempat tanpa mengalami perkembangan yang justru membuat kita semakin tertinggal, janganlah ragu untuk memutar haluan. Jangan takut untuk mengubah cara guna mengejar target awal. Jika kita mengharapkan hasil yang berbeda dari hari – hari sebelumnya, maka kita perlu melakukan sesuatu yang berbeda.

]]>
https://sendangagung-lamongan.desa.id/2016/07/26/jika-gagal-jangan-mencoba-lagi/feed/ 0
MASA ORIENTASI YANG TAK BERARTI https://sendangagung-lamongan.desa.id/2016/07/25/masa-orientasi-yang-tak-berarti/ https://sendangagung-lamongan.desa.id/2016/07/25/masa-orientasi-yang-tak-berarti/#respond Mon, 25 Jul 2016 04:08:11 +0000 https://sendangagung-lamongan.desa.id/?p=1303 Masa Orientasi yang Tak BerartiOleh : M. Wahyu Syafi’ul Mubarok

Ketika musim ajaran baru telah dimulai, maka tak sedikit dari para pelajar mulai kembali ke aktivitas yang telah lama rehat yaitu belajar. Dan pada momentum itu, para pelajar dihadapkan untuk kembali membuka buku untuk kelas yang baru. Sedangkan bagi para murid baru, masa itu adalah masa untuk mengenal sekolah baru.

Hanya saja di Indonesia terdapat keanehan yang hingga sekarang tak berujung. Untuk mengenalkan sekolah kepada siswa yang baru cenderung menggunakan istilah MOS atau masa orientasi siswa. Selain itu juga ada istilah lainnya yang relevan seperti MOPD atau masa orientasi peserta didik baru, atau MPLS yaitu masa pengenalan lingkungan sekolah.

Event – event seperti itu biasanya ditemui di lingkungan anak – anak SMP hingga para mahasiswa di perguruan tinggi yang lebih dikenal dengan sebutan Ospek. Tujuan dari acara – acara yang tersebut di atas adalah sama yaitu ingin mengenalkan kepada peserta didik baru perihal seluk beluk dari sekolahan, karena tak kenal maka tak sayang.

Namun sayang, ditengah tujuan yang mulia tersebut sering kita jumpai dan bahkan kini sudah dijadikan sebagai sebuah rutinitas tahunan bahwa masa orientasi sering dijadikan ajang sebagai balas dendam para senior. Jelas hal tersebut sangatlah riskan karena kita tahu bahwa dewan guru hanya mengawasi dari kejauhan sedangkan yang mengurusi adalah organisasi intra sekolah yang dipegang oleh senior – seniornya.

Hal tersebut membuat banyak kalangan geram, karena tingkah senior yang sudah diluar ambang batas kemanusian. Perploncoan (menyuruh peserta didik baru memakai pakaian yang tidak jelas) menjadi jalan utama untuk memuaskan dahaga balas dendam. Karena kebanyakan motif yang sering ditemui saat masa orientasi adalah balas dendam senior terhadap junior akibat perilaku senior terdahulu kepadanya.

Sebenarnya berbagai macam masa orientasi bercikal bakal sejak dahulu kala tepatnya di zaman belanda yang masih menjajah nusantara. Karena sejarah kelam masa orientasi dimulai dari sebuah sekolah yang bernama STOVIA atau sekolah pendidikan dokter hindia belanda. Pada saat itu mereka yang baru masuk harus menjadi “anak buah” si kakak kelas dengan kegiatan seperti membersihkan ruangan senior.

Hal itu pun terus berlanjut pada masa Geneeskundinge Hooge School (GHS) atau Sekolah Tinggi Kedokteran (1927-1942) (STOVIA dan GHS sekarang menjadi FKUI Salemba), pada masa GHS ini kegiatan itu menjadi lebih formal meskipun masih bersifat sukarela. Istilah yang digunakan pada saat itu adalah ontgroening atau “membuat tidak hijau lagi”, jadi proses ini dimaksudkan untuk mendewasakan si anak baru itu.

Ketika masa kemerdekaan telah menyapa, sistem ini pun masih terus berlanjut dan bahkan bisa dibilang lebih buruk. Jika di zaman Hindia Belanda para senior hanya memperlakukan peserta didik baru sebagai sebuah pembantu tambahan, berbeda dengan di zaman kemerdekaan ketika para senior menjadi seorang dewa dengan menambahkan kegiatan se enak hatinya sendiri.

Sehingga hal tersebut pun menjadikan peserta didik baru memiliki mimpi buruk di hari pertama sekolah. Karena jelas mereka datang ke sekolah untuk belajar bukan malah dipermalukan. Dengan senjata berbungkus penggemblengan mental, para senior berhasil menindas para junior dengan jalan mempermalukannya, baik dengan pakaian yang dipakai hingga kegiatan yang harus dijalani.

Mata rantai ini terus berputar layaknya siklus hidrologi pada air yang tidak akan bisa diputus kecuali dengan menghilangkan pangkalnya. Sebenarnya tujuan awal dari acara ini sangatlah baik, hanya saja pangkal permasalahannya terletak pada perilaku senior itu sendiri. Para senior yang seharusnya memberikan contoh dan teladan yang baik bagi adik – adiknya malah menanam benih kedengkian di dalam hati adik – adik kelas hingga membuahkan dendam yang sulit untuk dipadamkan.

Panjang umur para pemberontak

Seperti yang telah saya jelaskan di atas, bahwasanya setiap peserta didik baru pasti memandang para senior dengan aneh. Ketika melihat senior yang seharusnya menjadi contoh dan panutan yang baik, malah memberikannya kado tak mengenakkan hati di awal masuk sekolah.

Mereka para senior berlagak menjadi seorang bos, menyuruh se enaknya, dan membentak semaunya. Hal tersebut menjadikan senior seakan – akan belajar menjadi seorang bos besar dengan segala tabiat buruk yang mengiringinya, sedangkan bagi peserta didik baru menjadikannya momentum untuk belajar menjadi seorang pemberontak.

Memberontak terhadap senior yang telah mempermalukannya sepanjang waktu, yang telah melakukan perbuatan di luar batas kewajaran. Jika seorang bos dan juga para pemberontak bersatu, jelas menjadikannya sebuah akademi mafia bukan malah kelompok belajar yang dicita – cita kan.

Hal – hal di atas sebenarnya juga ikut andil mencoreng citra para senior di depan adik – adik kelasnya. Hanya saja hal tersebut tidak pernah disadari oleh para senior akibat kabut kedengkian berbalutkan balas dendam masih menyelimuti otaknya yang kalut akan keadaan. Mereka akan sadar ketika disaat sekolah formal para junior tidak respek dan seakan ingin melawan apapun yang tengah dilakukan senior.

Sungguh hal demikian membuat esensi dari kegiatan masa orintasi siswa baru menjadi kian tak berarti. Manajemen kegiatan yang buruk, susunan panitia yang asal – asalan, hingga perilaku senior yang tak mengenal sopan santun menjadi kerikil – kerikil besar penghambat kegiatan tersebut. Tawa gembira para senior seakan menjadi tawa para penjajah di zaman Hindia Belanda. Sedangkan senyum kecut para junior seakan menjadi senyum penuh dendam tak berkesudahan.

Menanggapi hal tersebut, banyak kalangan yang ingin menghapuskan saja masa orientasi yang tidak jelas untuk siapa, dan tidak jelas dasarnya apa. Menteri pendidikan nasional pun juga ikut geram dan mewanti – wanti setiap sekolahan agar memanusiakan seorang manusia, menghindari perploncoan kepada murid baru. Karena mereka datang ke sekolah ingin memperoleh akhlaq dan tentunya ilmu yang baik, bukan malah ingin dipermalukan.

Era Baru Pendidikan Indonesia

Jika kita melihat dan mengamati lebih jauh mengenai sistem dan lingkungan sekolahan yang ada di negara Indonesia, maka kita akan menemukan dua hal yang sangat ditakuti oleh para pelajar Indonesia. Yang pertama adalah masa Ujian Nasional dan juga masa orientasi atau MOS.

Dan dengan bergantinya tonggak kepemimpinan menteri pendidikan kebudayaan yang sekarang diambil alih oleh Anies Baswedan, Pendidikan Indonesia telah menuju ke era yang lebih baik. Ketakutan pertama pelajar Indonesia mengenai kelulusan UN telah mampu di atasi dengan baik. Dengan dikeluarkannya regulasi baru bahwa UN hanya sebatas evaluasi akhir belajar sekolah. Dan ini sangat berdampak pada mental pelajar untuk tidak berbuat kecurangan selama ujian berlangsung.

Mulai tahun ini lewat Permendikbud no. 18 tahun 2016 mengenai aturan baru masa pengenalan lingkungan sekolah atau MPLS, telah mengatasi ketakutan pelajar yang kedua. Tidak ada lagi senior junior pada masa awal sekolah, tidak ada lagi perploncoan, dan tidak ada lagi akademi mafia di masa orientasi sekolah – sekolah di seluruh Indonesia.

Bila didapati sekolahan masih tidak memanusiakan peserta didik yang baru dengan menggelar MPLS yang berbasis perploncoan, maka sekolahan tersebut akan terkena sanksi dan yang terburuka adalah kepala sekolah akan dipecat dari jabatannya. Semoga dengan adanya kebijakan yang baru ini mampu membawa pendidikan Indonesia ke arah yang lebih baik.

]]>
https://sendangagung-lamongan.desa.id/2016/07/25/masa-orientasi-yang-tak-berarti/feed/ 0
OPTIMALISASI DESA LEWAT PERPUSTAKAAN https://sendangagung-lamongan.desa.id/2016/06/14/optimalisasi-desa-lewat-perpustakaan/ https://sendangagung-lamongan.desa.id/2016/06/14/optimalisasi-desa-lewat-perpustakaan/#respond Tue, 14 Jun 2016 02:47:29 +0000 https://sendangagung-lamongan.desa.id/?p=1175 (Refleksi hari buku se dunia)

Oleh : M. Wahyu Syafi’ul Mubarok

Kemarin, tanggal 23 April diperingati sebagai hari buku se dunia. Sementara di Indonesia, peringatan itu telah ada semenjak tahun 2006 atas prakarsa kementrian kebudayaan. Memang sedikit yang tahu pasal hal itu, karena hanya orang – orang yang dekat dengan buku lah yang mengerti dan juga merayakan harinya para kutu buku.

Negara kita memang negara berkembang yang mana tingkat minat bacanya sangat minim. Menurut data statistik dari UNESCO, bahwasanya indeks membaca di Indonesia hanya 0,001. Artinya setiap 1000 penduduk hanya ada satu orang yang tertarik dengan membaca entah itu surat kabar, buku, atau lainnya.

Data itu sangatlah jauh bila kita bandingkan dengan negara maju seperti halnya Jepang. Di sana, setiap 1000 orang hanya sekitar 20 orang yang tidak membaca. Bahkan bila kita menengok ke negara tetangga Singapura, kita pun kalah jauh. Di sana, indeks membaca rakyat Singapura telah mencapai angka 0,8.

Lain halnya dengan data dari UNDP atau United Nations Development Programme. UNDP menyebutkan bahwa angka melek huruf untuk orang dewasa di Indonesia hanya 65,5 persen. Sementara tetangga dekat kita, Malaysia angka melek hurufnya adalah 86,4 persen. Cukup jauh rentangnya untuk skala negara berkembang.

Memang penyebab utama kita jarang sekali membaca adalah karena kurang membiasakan mata kita untuk membaca. Selain hal tersebut, banyak faktor – faktor lain yang menghambat sebuah aktivitas membaca. Mulai dari kesibukan kerja, rumah tangga, sekolah, hingga keluarga. Dan bila istirahat pun kita lebih memilih untuk sekedar menonton acara televisi dari pada membaca sebuah buku.

Hal tersebut memanglah tidak bermasalah bagi orang – orang dewasa. Namun, yang bermasalah adalah anak – anak. Mereka lebih memilih bermain hingga ikut menonton tayangan di televisi dari pada membaca, baik itu buku teks pelajaran maupun buku bacaan. Menurut Badan Pusat Statistik, waktu anak Indonesia yang dihabiskan untuk menonton televisi mencapai 300 menit per hari.

Mari bandingkan dengan anak – anak di negara Australia yang setiap harinya hanya 150 menit. Atau di negara Adidaya Amerika Serikat, yang hanya 100 menit perhari. Hingga yang paling kecil adalah Kanada. Anak – anak disana hanya menghabiskan satu jam saja setiap harinya untuk menonton tayangan – tayangan di televisi.

Sungguh menjadi sebuah PR besar bagi kita semua. Bagaimana cara kita untuk meningkatkan minat baca. Memang awalnya adalah dengan jalan pembiasaan. Seperti halnya seseorang yang telah biasa memakan makanan pedas, maka ia serasa tidak seperti memakan makanan yang pedas.

Begitu pula dengan membaca, jika kita telah terbiasa melahap beragam kata setiap harinya, maka kita akan terbiasa dengan membaca. Namun hal tersebut tidak berguna bila tidak ada fasilitas yang mendukung seperti halnya kelompok baca, taman baca, hingga sebuah perpustakaan.

Desa dan Perpustakaan

Menurut Undang – Undang no. 43 tahun 2007 pasal 23 dijelaskan, bahwa setiap sekolah baik negeri atau pun swasta harus menyisihkan 5 persen dari anggarannya untuk perpustakaan. Baik itu dari belanja operasional atau belanja barang di luar belanja pegawai. Lantas bagaimana dengan perpustakaan di tingkat desa yang juga memiliki anggaran belanja ?.

Karena tidak ada aturan yang jelas mengenai keharusan sebuah desa untuk membangun perpustakaan, maka kita dapat menjumpai sedikit dari desa – desa yang ada di seluruh Indonesia memilih untuk meluangkan sedikit uangnya untuk memajukan desanya lewat sebuah perpustakaan.

Memang cara untuk memajukan sebuah desa sangatlah beragam. Bisa melalui sumber daya manusianya, dan salah satu perwujudannya adalah lewat sebuah perpustakaan. Jika sebuah desa telah memiliki sebuah perpustakaan yang tetap, maka disana kita bisa membangun tradisi keilmuan yang telah lama pudar di tengah masyarakat Indonesia.

Maka dengan sendirinya akan tercipta atmosfer keilmuan pada sebuah desa. Tidak hanya itu, dengan adanya perpustakaan desa bisa membuat sebuah forum yang mengangkat masalah – masalah ekonomi, sosial, hingga kebangsaan. Dan saya kira, bagi para pelajar seperti saya sangatlah terbantu dengan adanya perpustakaan di tingkat desa.

Saya pun sempat kebingungan bila ada tugas – tugas sekolah yang memerlukan sumber referensi yang banyak. Sementara di desa Sendangagung, kecamatan Paciran tempat dimana saya tinggal, tidak memiliki sebuah perpustakaan. Di tingkat kecamatan pun saya tidak menjumpai adanya perpustakaan umum. Dan paling dekat adalah saya harus ke perpustakaan kota di Lamongan.

Memang sekarang zamannya teknologi, mesin pencari di dunia maya sangatlah ampuh untuk menjadikan rujukan segala macam hal. Namun yang patut digaris bawahi adalah, dengan memanfaatkan mesin pencari seperti Google, sama saja dengan menurunkan tingkat keuletan seseorang dalam mencari sebuah informasi yang terkandung dalam buku maupun surat kabar (Mubarok : 2015).

Lebih jauh lagi, para pelajar cenderung lebih dimudahkan dalam hal tugas sekolah. Mereka tinggal mencari di Internet lalu di print out tanpa perlu membaca secara keseluruhan. Hal ini justru menanamkan bibit – bibit ketidak jujuran lewat plagiarisme yang kini sudah ada dimana – mana dan dianggap sebagai sesuatu hal yang biasa, seperti halnya jamur di musim hujan.

Maka dari itu, menjadi sebuah keharusan bagi kita untuk meningkatkan minat baca. Selain karena himpitan arus modernisasi yang sudah tidak terbendung, juga untuk mewujudkan cita – cita mulia bangsa Indonesia di tahun 2022 bahwa seluruh masyarakat Indonesia mampu untuk membaca.

Dan mungkin cita – cita ini hanya sebatas impian belaka bila kita utamanya pemerintah belum peduli terhadap keberadaan perpustakaan. Mungkin gagasan anggota dewan yang ingin membangun gedung perpustakaan bernilai miliaran rupiah untuk menjadi yang termegah di Asia Tenggara perlu untuk dikoreksi.

Lebih baik bila rencana itu dirubah menjadi pembangunan perpustakaan di setiap desa yang ada di seluruh Indonesia. Karena sebuah perpustakaan besar yang terpusat tidak lebih baik dari pada kumpulan perpustakaan sederhana namun tersebar di seluruh desa – desa di Indonesia. Selain untuk meningkatkan minat baca, juga untuk meningkatkan tradisi keilmuan di tingkat desa.

]]>
https://sendangagung-lamongan.desa.id/2016/06/14/optimalisasi-desa-lewat-perpustakaan/feed/ 0