Published On: Sab, Mar 18th, 2017

GREENHOUSE, SOLUSI LEDAKAN HARGA CABAI

foto : kompasiana.com

               foto : kompasiana.com

Oleh : Moh. Wahyu Syafi’ul Mubarok

Di awal tahun ini kita dikejutkan dengan melonjaknya harga cabai. Istilah cabai semakin pedas pun tak jarang kita jumpai di berbagai media sosial hingga media cetak. Memang cabai merupakan salah satu unsur utama penyokong kehidupan masyarakat Indonesia, terutama dalam hal urusan perut. Belum lengkap rasanya apabila ketika makan tidak ada sambal disamping piring. Begitulah corak budaya masyarakat kita.

Terhitung hingga pertengahan bulan ini, harga cabai semakin pedas saja. Dan hal tersebut berlangsung merata di seluruh penjuru tanah air. Satu kilogram cabai di daerah Papua sudah dihargai 250 ribu. Di daerah lain berkisar antara 100 hingga 150 ribu per kilogram. Tentu kabar buruk bagi para ibu rumah tangga dan juga pemilik usaha kuliner pedas untuk segara mengencangkan ikat pinggangnya.

Harga cabai yang terus mengalami fluktuasi dari waktu ke waktu ini sebagai imbas atas banyak petani cabai yang gagal panen. Hal tersebut diakibatkan oleh musim penghujan yang membuat tanaman cabai mudah terserang parasit. Penyakit yang sering dijumpai baik dari cabai yang masih muda hingga cabai yang siap panen adalah penyakit Antraknosa. Dimana seluruh tubuh tanaman cabai bercorak kecoklatan dan kemudian membusuk. Selain karena musim penghujan, penyakit ini juga diakibatkan oleh kondisi lingkungan yang lembab.

Hingga saat ini, pemasok cabai utama seluruh wilayah di Indonesia adalah dari tanah Jawa. Masalahnya lahan di tanah Jawa sangat rentan dengan hadirnya banjir. Setidaknya terdapat tiga provinsi dengan status sawah terluas di Indonesia yang menjadi sentra cabai merah. Salah satunya adalah di Provinsi Jawa Timur yang mencapai 862.590 hektare (ha), kemudian baru disusul Jawa Barat 744.099 ha, dan terakhir Jawa Tengah dengan luas total 683.735 ha.

Selain ancaman banjir yang berujung kepada perubahan kadar kelembaban tanah di pulau Jawa yang berpotensi mendatangkan banyak penyakit tanaman, juga pola tanam masyarakat Jawa yang buruk. Para petani cenderung langsung memakai lahan kembali dari satu musim tanam ke musim tanam selanjutnya tanpa adanya istirahat. Akibatnya, tidak ada waktu bagi komponen biotik tanah untuk memperbaiki dan mengembalikan kesuburan tanah akibat banjir.

Dilain sisi, penggunaan input pertanian tidak ramah lingkungan dan mengganggu stabilitas ekologis juga memicu datanganya berbagai macam parasit. Petani cenderung melakukan penggunaan pestisida secara berlebih sebagai salah satu upaya untuk menyingkirkan berbagai macam hama dan penyakit. Padahal, justru dengan semakin tingginya kadar dosis pestisida yang digunakan, maka semakin cepat pula hama beradaptasi dengan racun. Akibatnya hama sudah kebal dengan berbagai macam pestisida yang digunakan.

Tidak berhenti sampai disitu, kebiasaan petani untuk sering mengganti pestisida juga berdampak kepada lingkungan dan tanaman cabai itu sendiri. Akibatnya terjadi penimbunan kandungan racun pada air sehingga menjadi tercemar. Udara berubah menjadi racun dan hama semakin cepat berkembangbiaknya. Kondisi demikian praktis membuat tanaman cabai juga terkena dampak dari polusi racun yang diakibatkan oleh penggunaan pestisida.

Apabila kondisi yang terjadi sudah demikian, maka terjadi ketimpangan yang sangat ekstrim antara kurva permintaan dan penawaran yang berujung kepada naiknya harga pasar. Pasokan cabai dari sentra produksi menjadi tersendat akibat banyaknya cabai yang rusak akibat serangan hama. Minimnya produksi membuat ongkos pengiriman ke daerah yang berada diluar sentra cabai menjadi mahal.

Peran pemerintah sangat diperlukan dalam memantau tidak hanya mengenai penekanan harga lewat operasi pasar, tetapi juga memperhatikan dalam segi kualitas kesehatan dari tanaman cabai itu sendiri. Karena tak jarang di tengah kondisi yang mencekik, para penjual melakukan beragam cara untuk menghindari kerugian, satu diantaranya adalah mencampur antara cabai yang bagus dan buruk guna mengurangi defisit modal. Tentu hal tersebut sangat merugikan para konsumen yang sudah membayar mahal namun tidak setara dengan kualitas yang dihadirkan.

Dengan demikian, pemerintah harus mengupayakan perombakan dalam sistem tanam di Indonesia. Beralih dari sistem tanam yang konvensional menuju pola tanam yang modern. Tentu dengan tujuan utamanya adalah untuk mengatasi gagal panen. Satu diantaranya adalah mengalokasikan dana khusus untuk pembangunan greenhouse.

Teknologi Greenhouse Sebagai Solusi

Sebenarnya teknologi ini sudah lama masuk dan berkembang di Indonesia. Utamanya di sekolah – sekolah sebagai pembelajaran bagi siswa untuk melakukan budidaya tanaman obat – obatan hingga tanaman hias. Namun, karena paradigma pemerintah yang masih memakai pertanian cara konvensional, maka teknologi greenhouse belum bisa dipakai secara besar – besaran di Indonesia. Padahal teknologi ini telah menjadi tumpuan utama industri pertanian di negara Belanda.

Teknologi greenhouse ini memungkinkan para petani untuk memproduksi tanaman cabai kapanpun. Disamping itu, penanamannya pun tidak perlu memperhatikan lahan sawah yang terlebih dahulu perlu dikeringkan. Cabai dengan mudah bisa ditanam di dalam pot – pot yang ditata dalam greenhouse. Teknik ini sangat cocok dengan kondisi yang ada di Indonesia karena tidak membutuhkan lahan yang luas.

Mengingat semakin sempitnya lahan terutama lahan kering yang ada di Indonesia akibat proyek pembangunan, membuat teknologi greenhouse adalah salah satu solusi bagi masalah penyempitan lahan di Indonesia. Selain itu, greenhouse juga hemat air dan terbebas dari hama dan penyakit. Yang terpenting dari itu semua, petani tidak perlu khawatir dengan perubahan musim.

Karena problem yang sering dihadapi oleh para petani cabai adalah perubahan dari musim penghujan ke kemarau atau pun sebaliknya. Apabila sekarang petani cabai terjebak gagal panen karena musim penghujan, bisa jadi musim berikutnya petani cabai merugi karena gagal panen yang diakibatkan oleh musim kemarau. Sehingga, dengan melakukan upaya optimalisasi penanaman cabai dengan teknologi greenhouse diharapkan musibah gagal panen yang berimbas pada melonjaknya harga cabai di pasaran tidak kembali terulang.

About the Author

-

Leave a comment

XHTML: You can use these html tags: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>