Sekilas Tentang BUMDes SaM (3/bersambung)
CAFÉ JANDOM BUKAN SEKEDAR CAFÉ

Sejak 7 Januari 2017 lalu, berdiri Cafe and Resto Jandom. Tidak bisa
dipungkiri, keberadaan café tersebut membawa nuansa berbeda di desa
Sendangagung, khususnya di bekas sendang ombo (Pemandian paling besar dari
lima pemandian yang pernah ada di Desa Sendangagung). Saat ini, di tempat
yang sempat sangat sepi setelah tidak adanya sumber air yang mengisi
pemandian tersebut menjadi ramai.
Berdirinya Café and Resto Jandom bukan sebuah kebetulan atau bahkan tanpa
perencanaan. Pihak BUMDes berupaya keras untuk mewujudkannya setelah
mendapatkan persetujuan dari berbagai pihak. Ketua BUMDes SaM Lutfi Yuhandi
menceritakan, café and resto jandom muncul dari ide sederhana dimana BUMDes
ingin membuat tempat kuliner. Gagasan itupun disambut baik oleh Kepala Desa
Sendangagung Panut Supodo yang bahkan langsung mengusulkan untuk
memanfaatkan ex pemandian sendang.
Sejak beberapa tahun setelah tidak adanya sumber air, sendang ombo dan
sendang sendang lainnya menjadi terbengkalai. Sendang yang dulunya menjadi
tempat aktifitas mandi warga ini menjadi tak terawat. Lantai sendang
ditumbuhi rumput dan semak semak, lokasi sekitar sendang juga kerkesan
angker terlebih lagi di malam hari. Maka orang pun enggan untuk sekedar
singgah di tempat itu.
Meski demikian, pemanfataan ex pemandian sendang ombo untuk lokasi café and
resto jandom dikhawatirkan akan memancing komentar negative dan berdampak
pada penolakan atau bahkan konflik horizontal. “Tentu banyak masyarakat
yang ingin mengembalikan sendang ombo itu seperti sedia kala, sebagai
pemandian sehingga tidak menghilangkan sejarah dari desa Sendang,” kata
Lutfi.
Menyikapi hal itu, peran BPD yang menjadi perwakilan masyarakat desa
Sendangagung benar benar membantu. Seluruh anggota BPD langsung bergerak,
sowan ke seluruh tokoh agama dan tokoh masyarakat di desa Sendangagung.
Mereka meminta pendapat tentang penggunaan ex sendang ombo untuk café and
resto Jandom.
“Hasil dari sowan seluruh anggota BPD ke tokoh masyarakat dan tokoh agama
itu semua mengizikan bekas sendang ombo untuk café. Ini karena dianggap
tidak ada alternative lain yang lebih bagus dan bisa bermanfaat untuk
perekonomian desa. Namun demikian, para tokoh agama dan masyarakat itu
punya persyaratan khusus,” katanya.
Tentu persyaratan tersebut adalah untuk menjaga nama baik desa Sendang,
terlebih lagi lokasi bekas sendang ombo itu berada diantara dua masjid
besar. Salah satu persyaratan adalah tidak ada music music keras dan juga
music dangdut. Masalah keamanan untuk mengantisikasi adanya pengunjung yang
melangar norma dan hukum seperti mabuk serta mengkonsumsi narkoba.
Dengan restu itu, BUMDes merealisasikan pendirian café and resto Jandom
yang diharapkan akan mampu membawa dampak positif bagi perekonomian
masyarakat. Sebab, konsep sebenarnya yang diusung dalam café and resto
Jandom ini adalah semacam foodcourt atau sentra kuliner dimana para
pedagangnya adalah masyarakat. Konsep foodcourt ini dipadukan dengan konsep
café yang terlihat pada konsep tatanan tempatnya.
“Kami berharap di café ini mampu memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat.
Para pedagang dari masyarakat, kemudian juga ada lapangan pekerjaan baru
bagi masyarakat sebagai pelayan dan lainnya,” tandasnya.
Kepala Unit Café and resto Jatim Hadi Suyanto atau yang lebih akrab dengan
sapaan Daffa menambahkan bahwa café and resto Jandom juga sebagai wadah
bagi para pemuda yang berbakat dalam music. “Kelompok music dari kalangan
anak muda di desa Sendangagung cukup banyak, ini membuktikan ternyata minat
dari pemuda desa akan music cukup besar. Sayangnya selama ini mereka jarang
bisa menyalurkan bakat itu. Dengan adanya café and resto Jandom ini bisa
dijadikan sebagai wadah untuk menyalurkan bakat mereka,” kata Daffa.
Manajemen café sendiri memberikan waktu pada malam Minggu dan malam Rabo
untuk para group music menunjukkan kemampuan mereka. Delapan group music
yang telah siap memanjakan para pengunjung café itu adalah Harmony, THR,
Dimensi, The Ring, Reborn, Victorious, Bambu dan Dekill.
Dengan adanya perform dari delapan group music itu ternyata mampu menjadi
daya tarik yang sangat besar bagi masyarakat, baik dari desa Sendangagung
sendiri atau dari desa desa lainnya. Tak jarang para pengunjung dari daerah
daerah terbilang cukup jauh dari desa Sendangagung sengaja datang untuk
melihat secara langsung café and resto Jandom.
Keberadaan café and resto Jandom tidak hanya membawa dampak ekonomi bagi
masyarakat, namun juga mampu mengangkat nama desa Sendangagung menjadi
lebih dikenal di daerah daerah lain. “Untuk agar pengunjungnya terus
bertambah, kami terus melakukan koreksi dan perbaikan dari berbagai hal.
Kami berusaha terbaik untuk menu hingga pelayanan,” katanya.
Daffa menambahkan, menu yang menjadi icon di café and resto Jandom adalah
Muduk Kemul. Menu yang satu ini tidak akan ditemukan di daerah lain, karena
muduk yang terbuat dari nasi yang diramu dengan berbagai bumbu khas ini
hanya ada di desa Sendangagung saja. “Selain itu, juga banyak menu lain
yang siap memanjakan lidah para pengunjung, seperti capucino yang merupakan
racikan asli barista café and resto Jandom, serta banyak menu lainnya,”
jelas Daffa.
Sekretaris BUMDes SaM Mahmud Junaidi menambahkan, konsep café and resto
Jandom yang mengambil konsep tradisional terlihat dari bangunan seperti
kios dan gazebo yang seluruhnya terbuat dari bambu dan dikombinasikan
dengan aksesoris kayu pallet ini punya tujuan khusus. Dengan konsep itu
tentunya untuk menjaga kesan tradisional.
Tak hanya itu, konsep itu juga akan berjalan sejajar dengan program BUMDes
lainya yaitu Desa Wisata Budaya. “Kami berhadap di sini nanti akan menjadi
mini alun alun desa Sendangagung. Menjadi sentra kunjungan wisatawan
seiring dengan program desa wisata budaya Sendangagung,” tambahnya.
*Yuhandi*


















