Published On: Kam, Agu 4th, 2016

BANGSA TUA YANG BELUM (JUGA) MERDEKA

Bangsa Tua yang Belum (juga) MerdekaWahyu Syafi’ul Mubarok

Ketika membaca tulisan ini, anda pasti mengira bahwasanya tulisan ini nantinya akan membahas tentang bangsa Palestina yang tidak kunjung merdeka walau sudah berkali – kali naik banding ke PBB, atau pun bangsa Aborigin dari Australia. Jangankan merdeka, mereka bahkan tidak sempat menikmati indahnya kehidupan masa kini karena telah terusir jauh ke dalam hutan, tergeser oleh ras pendatang berkulit putih yang kini bermukim di benua Kangguru tersebut.

Bangsa yang akan dibahas pada tulisan kali ini adalah bangsa kita yaitu bangsa Indonesia. Sudah 70 tahun negara Indonesia mengibarkan bendera kemerdekaan di atas lumbung penjajahan, sudah 70 tahun pula negara kita menjadi negara yang bebas berpendapat dan diakui oleh negara lain di dunia. Dan sudah 70 tahun pula Indonesia mampu berbicara banyak di percaturan dunia Internasional dan bahkan pernah menjadi seorang juru damai dalam perang dingin berpuluh tahun silam.

Prestasi yang mengagumkan tersebut seakan mulai sirna ketika bangsa kita memasuki abad ke 21. Dulu kita pernah punya seorang sosok Ir. Sukarno yang mana ketika ia berorasi mampu menggetarkan setiap jiwa yang mendengarkannya. Dulu bangsa kita pernah menjadi bangsa yang sangat disegani oleh bangsa – bangsa lainnya di dunia ini, berkat kegigihan nenek moyang kita dalam mengusir para penjajah dari bumi nusantara di tengah keterbatasan yang melanda.

Memang sesuatu yang berlalu biarlah berlalu. Seseorang yang selalu menatap ke belakang, nantinya akan tergilas oleh masa depan yang tak diperhatikan. Namun adakalanya kita harus menengok sejarah kita, guna menumbuhkan rasa nasionalisme utamanya ketika momentum kemerdekaan kembali hadir. Karena bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarah dari bangsanya sendiri.

Ada sebuah catatan menarik dari sebuah buku yang berjudul “think, who are you” karya dari K. Bertens. Di sana saya menjumpai sebuah perkataan seperti ini, “kalian boleh bersenang – senang hingga lupa daratan, hingga lupa akan waktu, tapi jangan sampai kalian lupa tentang perjuangan dari para pendahulumu. Pikirkanlah siapa dirimu, jika mereka tidak hadir mendahului kita. Karena kalian adalah sejumput masalah bagi mereka di masa yang akan datang”.

Membaca tulisan itu, saya merasa mendapat tamparan yang sangat keras dari para pendahulu kita baik itu kakek, nenek, hingga para pejuang tanah air. Karena saya merasa hanya menjadi masalah bagi mereka di masa kini. Bagaimana tidak, kita sering malah menjadi benalu dari kemurnian perjuangan mereka. Kita hanya bisa bersenang – senang tanpa tahu rasanya berjuang siang – malam dengan kondisi tubuh terus – terusan terancam.

Kemerdekaan bukanlah barang gratis yang diperjual belikan di supermarket, pasar, hingga toko kelontong. Bisa dibilang kemerdekaan adalah sebuah simbol dari kesucian sebuah negara. Sebagai sebuah simbol kedigdayaan sebuah negara atas penjajah yang telah mengekangnya sekian lama. Tidak mudah bagi para pejuang kita untuk melawan pasukan Belanda maupun Jepang dengan hanya bermodalkan sebilah bambu yang ujungnya telah diruncingi, sementara pihak lawan bersenjatakan lengkap.

Saya kira kita sudah paham betul bagaimana susahnya para cendekiawan kita untuk melakukan perundingan guna menyelesaikan penjajahan dengan damai. Bagaimana menderitanya bapak presiden kita ketika diasingkan di penjara suka miskin akibat terlalu sering membuat jalan guna melakukan konsolidasi untuk menjadi negara yang merdeka. Mari sejenak kita bayangkan raut muka para pejuang kita yang dengan bangganya berhasil mengibarkan sang saka merah putih untuk yang pertama kalinya di tanah Indonesia.

Namun apa yang kini kita berikan kepada para pejuang sebagai sebuah tanda penghargaan atas jasa – jasa mereka di masa lampau ?. Mereka sebenarnya tidak butuh tanda jasa sebagai seorang pahlawan kemerdekaan, hingga pahlawan revolusi dari negara. Yang mereka butuhkan hanyalah perjuangan yang harus kita lakukan pasca kemerdekaan. Berat memang perjuangan itu, hingga Sukarno pun pernah berkata, “Perjuanganmu akan lebih berat karena melawan bangsamu sendiri”.

Patut kita renungkan bersama, apakah kita sudah merdeka lewat perjuangan yang hingga 70 tahun lamanya telah kita perjuangkan. Kita mungkin telah sepakat, bahwa bangsa Indonesia belum juga merdeka. Para tikus – tikus berdasi pun masih berkeliaran di meja parlemen, para generasi mudanya masih saja menyembah budaya barat hingga lupa akan sejarah bangsanya sendiri. Kesejahteraan dan kemakmuran tak kunjung menemui bangsa kita yang sudah lama menginginkan hal itu.

Mungkin kita patut iri dengan negara tetangga Singapura, dengan usia yang relatif muda yaitu 50 tahun mereka telah berhasil menghadirkan kemakmuran serta kesejahteraan di antara warganya. Kita hanya bisa memandang ke langit penuh harap, kapan kita bisa merdeka dari ancaman penjajah yang kini telah menjelma menjadi bangsa kita sendiri.

Bertens juga menuturkan dalam buku yang sama, “Berubah, satu – satunya cara untuk mendapatkan apa yang kita inginkan”. Sebagai bangsa yang sudah berumur, kita harus melakukan introspeksi diri jangan melulu menyalahkan pemerintah akibat harga kebutuhan pangan naik, atau harga BBM naik. Adakalanya pemerintah hanya bisa mengambil jalan tengah yang mana di mata mereka adalah sebuah keharusan namun di mata kita adalah sebuah kerugian.

Sebenarnya yang mempengaruhi naiknya bahan – bahan kebutuhan pokok tak lain dan tak bukan adalah sikap dari sebagian kita yang lebih memilih mengikuti budaya konsumtif. Jika kita tidak mampu me ngerem pembelian secara berlebih – lebihan, maka negara akan menjadi lumbung importir sebut saja dalam bidang smartphone. Hal tersebut akan berdampak pada ketakutan beberapa perusahaan luar negeri untuk menanamkan modal di Indonesia. Sehingga pelan tapi pasti mata uang kita akan terus mengalami penurunan. (Susi : 2013).

Dengan pemerosotan nilai dari mata uang kita, tak ada cara lain bagi pemerintah untuk mengimbanginya dengan jalan menaikkan bahan pangan guna menjaga nilai dari mata uang agar tetap stabil. Jadi benar kata K. Bertens, harus ada satu lagi kosa kata wajib bagi bangsa kita yaitu berubah. Semoga dengan momentum kemerdekaan ini, setidaknya bangsa kita bisa lepas dari kungkungan penjajahan yang dilakukan oleh bangsanya sendiri.

About the Author

-

Leave a comment

XHTML: You can use these html tags: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>